Minggu, 30 Desember 2012

Opini Relasi Penulis-Pembaca-Kritikus oleh Dewi Lestari (@deelestari)

2001, Supernova 1 rilis. Keisengan saya adalah ngumpulin kliping media selengkap-lengkapnya tentang Supernova 1, termasuk -nya. Ternyata berkahnya banyak. 
Saat itu belum ada sosmed, "sidang" terbesar adalah media. 1 tahun lebih, Supernova 1 melewati sidang demi sidang di media. Hampir semuanya saya baca.
Apa rasanya saat karya debut kita di- habis-habisan di media sebesar Kompas or Tempo? Sakit perut, jek. Tepatnya, kiamat lokal. 
Simultan dengan itu, review positif juga banyak. Bahkan dari media yang sama. Waktu karya kita dipuji gimana rasanya? Hidup indah. Hati berbunga-bunga.
Waktu Supernova 1, kritikus bahkan sahut-sahutan seperti balas pantun. Antara yang menghujat dan yg membela. Dua-duanya dimuat bergantian. Berminggu-minggu.
Mental saya ikutan kayak naik roller coaster, sebentar dilambungkan, kemudian diamblaskan.  
Lalu saya dipertemukan dengan sebuah buku bisnis yg ditulis seorang bhiksu modern: "The Diamond Cutter" - Geshe Michael Roach.
Roach cerita tentang prinsip Buddhisme: segala sesuatu secara inheren bersifat netral. Ga ada yg betulan baik/buruk. Label diciptakan oleh mental.  
Somehow, dengan kondisi perploncoan saat itu, prinsip tersebut jadi sangat relevan dan mencerahkan bagi saya.
Saya senang atau kecewa karena , itu adalah akibat mental saya bereaksi. Bukan karena tersebut memiliki kebenaran tertentu.
Jika itu diterapkan ke semua pihak, kritikus pun tidak punya kebenaran inheren.Yang ia tulis subjektif,refleksi mentalnya atas apa yg ia .  
Pembaca juga tak luput, ia suka/tidak dengan sebuah karya, adalah karena reaksi mentalnya. Ga ada karya secara inheren murni "bagus"/"jelek".
Menyadari itu, "mental grip" saya melonggar. Tidak lagi sakit hati amat kalau di- , tidak bisa lama-lama euforia juga saat dipuji.
Kliping saya setahun lebih pun mencerminkan hal serupa. Setelah saya hitung-hitung, yg suka dan tak suka, jumlahnya nyaris fifty-fifty. Impas.
Sekarang 2012, 11 tahun dan 7 buku sesudah Supernova 1. Realitasnya tetap sama. Ada yg suka dan tidak, dipuji dan di- . Same old, same old. 
Prinsip saya berkarya pun tetap sama: menulis buku yg pegen saya baca, lagu yg pegen saya dengar. Bukan untuk kritikus/penghargaan/jadi bestseller.
Di buku yg kt bilang jelek, tetap ada yg mendapat manfaat dari sana. Buku yang kita sumpah-sumpah bilang bagus, tetap ada yg tidak sependapat.
pun ada yg bermutu, ada yg cuma glorifikasi kesinisan belaka. Dan selalu ada massa yg lantas sepakat atau sebaliknya.
Ada kok yang meski nyelekit, saya masih dapat pelajaran dan manfaat. Yang tong kosong juga banyak,but it's ok. We're just doing our jobs.
So, terimakasih untuk pembaca yang dengan atentif berusaha "membela" karya saya. Percayalah, saya baik-baik saja. Jerawat di hidung lbh ganggu :)  
Untuk semua yg menulis atas karya saya tahun ini juga terimakasih. They say, only the worthy gets the extra punches. I believe that too. 

Sharing ini saya tutup dengan satu pepatah pribadi: "Kritikus menggonggong, penulis nengok bentar, dan kembali berkarya." Peace!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar